Astaga, Sudah Puluhan Ribu Babi Mati Di Sumatera Utara

PERSONEL BABINSA TNI MENGANGKAT BANGKAI BABI DARI ALIRAN SUNGAI BEDERAH, UNTUK DIKUBUR, DI KELURAHAN TERJUN, MEDAN, SUMATERA UTARA, SELASA (12/11/2019). KEMENTERIAN PERTANIAN (KEMENTAN) MENCATAT HAMPIR 30 RIBU BABI DI SUMATERA UTARA MATI TERJANGKIT DEMAM AFRIKA.(FOTO: ANTARA)

WARTAMMANDAILING.COM, Medan – Kementrian Pertanian (Kementan) menyatakan hampir 30 ribu babi di Sumatera Utara (Sumut) mati terjangkit penyakit demam Afrika (Afrian Swine Fever/ASF). Jumlah babi yang mati tersebut menyebar di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Sebelumnya Menteri Pertanian RI telah mengkonfimasi adanya virus flu babi asal Afrika di Sumatera Utara, hari Jumat lalu (12/12/2019) setelah peningkatan jumlah babi yang mati meningkat sejak akhir September.

Laporan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Badan Pangan dan Pertanian Dunia, FAO yang menyatakan akan menyediakan rekomendasi penanggulangannya sesuai dengan situasi di Indonesia, seperti yang dikutip ABC Indonesia dari halaman resmi FAO.

Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Fadjar Sumping Tjatur Rasa memperhitungkan nilai kerugian dari babi yang mati tersebut mencapai Rp 2-3 juta per ekor. Adapun, keseluruhan populasi di Sumatera Utara mencapai 1,28 juta ekor.

“Yang sudah terhitung mati sekitar 28 ribu, hampir 30 ribu ekor per tanggal 15 Desember 2019,” kata Fadjar, Rabu (19/12/2019).

Menurutnya, babi yang sudah terjangkit demam babi Afrika akan diisolasi, dibiarkan mati, atau dimusnahkan oleh pemilik. Proses ini umumnya membutuhkan waktu selama beberapa tahun hingga virus hilang di wilayah tersebut.

Pemilik babi pun diminta untuk menjaga biosecurity atau menempatkan babi di dalam satu kandang saja. Dengan demikian, penyakit demam babi tidak akan menular ke wilayah lainnya.

Read More

Pasalnya, upaya pemusnahan (culling) secara massal dinilai sulit lantaran menyangkut aspek kesejahteraan hewan. Selain itu, program culling juga membutuhkan biaya dan tenaga lebih besar.

Biarpun begitu, pemerintah tetap berusaha mencegah virus tidak menyebar ke wilayah lainnya. Salah satu caranya dengan membangun posko di 16 kabupaten/kota untuk menjaga perdagangan babi tidak keluar dari wilayah yang terinfeksi.

Akibat virus ASF, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memproyeksi ekspor babi selama 10 tahun bakal tertekan. “Tapi saya harap tidak mengganggu ekspor,” ujar dia.

Syahrul juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820 Tahun 2019 tentnag Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sedangkan 16 kabupaten/kota yang terjangkit meliputi Kabupaten Dairi, Humbang Hasudutan, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai.

Kemudian, Kabupaten Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan,  Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, dan Langkat. Selanjutnya ada Kota Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.(bs/KD)