WARTAMANDAILING.COM, Jakarta – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan BI segera diperbolehkan untuk membeli surat utang, baik Surat Berharga Negara (SBN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) hingga 25 persen di pasar perdana. Jika aturan ini sudah rampung, pihaknya sudah bisa melakukan pembelian di pasar perdana pada pekan depan.
“Secara teknis kami terus mempersiapkan secara baik, kalau memang siap lelang minggu depan, mulai lelang Selasa, paling lambat lelang pada minggu berikutnya,” katanya, Jumat (17/4/2020).
1. BI optimistis pasar akan menyerap SUN
Meski BI hanya dapat membeli 25 persen dari target lelang, namun dia optimistis sisanya bisa dipenuhi oleh pasar. Jika penyerapan surat utang negara tersebut belum memenuhi target, ujar Perry, akan dilakukan green shoots hingga melalui private placement.
“Bagaimana kalau pasar gak bisa? Di sinilah BI bisa menjadi non-competitive bidder. Tidak diperhitungkan dalam perhitungan harga, dengan jumlah maksimum 25 persen dari target yang ingin dicapai. Itu kalau kurang bisa melalui lelang tambahan,” ujarnya.
2. Salah satu kewenangan yang menjadi sorotan dalam Perpu No 1 Tahun 2020
Pembelian SUN di pasar perdana telah ditetapkan pada Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Kewenangan itu merupakan salah satu yang menjadi sorotan,Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, aturan itu bertujuan untuk menutup defisit APBN pemerintah, sehingga berbahaya bagi likuiditas BI.
“Jika ini dilakukan BI maka potensi moral hazard-nya cukup besar. Artinya BI memberikan kredit langsung kepada swasta. Ini bisa mengulang BLBI 1998. Potensi korupsinya besar karena uang yang diberikan oleh BI kepada swasta, belum tentu digunakan untuk membayar gaji pegawai, tapi justru dipakai untuk membayar kepentingan pemilik modal,” ujarnya.
3. BI memastikan kewenangan ini berbeda dengan bailout
Sebelumya, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa peran BI di pasar perdana tersebut bukan sebagai first lender akan tetapi sebagai last lender. Dia memastikan bahwa kewenangan yang dimaksud oleh Perppu No 1/2020, tidak bisa disamakan dengan bailout atau seperti pada kasus BLBI.
Sebab, kewenangan ini diberikan di tengah perekonomian yang kondisinya tidak normal. “Jadi dalam hal pasar sudah tidak bisa menyerap kebutuhan penerbitan SUN dan atau SBSN dan menyebabkan suku bunga menjadi terlalu tinggi atau tidak rasional, maka di situlah BI bisa membeli di pasar perdana,” jelas Perry.
Sumber: IDNTimes