WARTAMANDAILING.COM, Jakarta – Kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) China ke Bantaeng, Sulawesi Selatan, pada Sabtu 3 Juli 2021 malam kemarin mengundang kritik dari masyarakat. Soalnya, mereka datang di tengah kebijakan PPKM Darurat akibat lonjakan kasus covid-19 di dalam negeri.
Perusahaan yang mempekerjakan 20 TKA China tersebut, yaitu PT Huadi Nickel Alloy beralasan kedatangan mereka untuk mempercepat pembangunan pabrik smelter yang akan beroperasi pada November 2021 nanti.
Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Alexander K Ginting menyebut 20 TKA asal China itu merupakan pekerja sektor esensial industri. Pertimbangan lainnya adalah faktor keuangan, diplomasi, serta keadaan darurat.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy mengatakan setiap investasi dari perusahaan asal China atau negara lain pasti ada perjanjian bisnis. Salah satu poinnya memuat soal tenaga kerja.
Beberapa investor asing kerap membawa tenaga kerja dari negara mereka untuk bekerja di Indonesia. Namun, apapun alasannya, pemerintah seharusnya mampu mengambil langkah tegas di tengah penanganan pandemi covid-19.
“Betul bahwa ini perjanjian lama, jauh dari sebelum kenaikan kasus covid-19 dan penerapan PPKM darurat. Tetapi, saya kira pemerintah perlu ada pertimbangan tutup pintu dulu,” ungkap Yusuf, Selasa (6/7/2021).
Yusuf menilai pemerintah sebenarnya bisa melakukan negosiasi ulang dengan investor. Toh, situasinya sekarang tak main-main dan butuh penanganan serius untuk menekan angka penularan covid-19.
“Pemerintah bisa memberikan argumen bahwa daerah yang ingin dimasuki ini kasusnya sedang naik. Kalau pun kasus tidak naik, pemerintah tetap harus berikan contoh tegas ke masyarakat dalam menanggulangi covid-19,” terang Yusuf sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia.
Ironisnya, 20 TKA China masuk ketika jumlah pengangguran di Indonesia meningkat. Sederhananya, masyarakat kesulitan mencari pekerjaan, sedangkan pekerja asing diberikan ‘karpet merah’.
“Banyak investasi masuk seharusnya bisa diberikan kepada tenaga kerja di dalam negeri, karena beberapa pekerjaan pasti bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal,” jelas Yusuf.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran tembus 8,75 juta orang pada Februari 2021. Jumlahnya tumbuh 1,82 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 6,93 juta orang.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pun tercatat turun dari 69,21 persen pada Februari 2020 menjadi 68,08 persen pada Februari 2021. Jumlah masyarakat yang bekerja formal hanya 40,38 persen dari total angkatan kerja.
Sementara, porsi pekerja informal mencapai 59,62 persen. Dari segi jam kerja, 84,14 juta orang merupakan pekerja penuh atau bekerja minimal 35 jam per minggu. Lalu, 46,92 juta orang bekerja hanya dalam waktu 1-34 jam.
Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah TKA sebanyak 92.058 orang per Mei 2021. Memang, menurut datanya, jumlah tersebut sedikit turun dari posisi 2020 yang sebanyak 93.374 TKA.
Pun demikian, Yusuf sadar terdapat beberapa pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh pekerja asing. Hal ini karena kemampuan sejumlah tenaga kerja lokal tak sebaik TKA.
Namun, bukan berarti pemerintah bisa dengan mudahnya memasukkan TKA ke dalam negeri di tengah penerapan PPKM darurat dan jumlah pengangguran di Indonesia yang meningkat pesat.
Ia berpendapat perusahaan seharusnya memberikan pelatihan kepada sumber daya manusia (sdm) lokal untuk meningkatkan keterampilan mereka. Dengan begitu, Indonesia tak melulu bergantung dengan TKA dan punya posisi kuat dalam menetapkan komposisi karyawan asing.
“Kalau ada pelatihan, karyawan dilatih nanti posisi Indonesia lebih kuat jadi bisa rekrut pekerja Indonesia lebih banyak,” kata Yusuf.
Direktur International Studies Celios Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan masuknya 20 TKA China di tengah penerapan PPKM darurat menggambarkan pemerintah lebih mementingkan sektor ekonomi ketimbang kesehatan.
Hal ini juga menunjukkan Indonesia sangat bergantung dengan TKA. Jika ditimbang-timbang, tentu lebih banyak ruginya ketimbang untungnya bagi Indonesia.
Menurutnya, tidak wajar memasukkan banyak TKA ke Indonesia ketika banyak warga lokal yang membutuhkan pekerjaan di negeri sendiri. Apalagi, ia berpendapat banyak masyarakat Indonesia yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk bekerja di industri.
Ia juga khawatir seruan anti China kembali mengemuka karena TKA dari negara tersebut kembali datang di tengah lonjakan kasus covid-19. Hal ini akan menjadi perhatian masyarakat jika tak ada langkah tegas dari pemerintah.
“Sentimen anti China tinggi, lalu karena pemerintah mengizinkan TKA China masuk, maka akan memperkeruh situasi,” imbuh dia.
Padahal, kelebihan dari keberadaan TKA cuma satu. TKA bisa mengajar kemampuan yang tak dimiliki oleh tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, Zulfikar mengingatkan pemerintah untuk melakukan negosiasi ulang atas keberadaan TKA atau perjanjian terkait tenaga kerja. Kalau pun memang harus ada TKA, jumlah dan jenis pekerjaannya harus selektif.
“Benar-benar yang (tenaga kerja lokalnya) tidak ada dan memasukkan (TKA) tidak di waktu seperti ini,” pungkas Zulfikar.
Sumber: CNN Indonesia