WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Pihak kontraktor pengerjaan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), PT Jaya Kontruksi kuat dugaan menggunakan galian C tanpa izin, yang berasal dari Desa Simalagi, Kecamatan Huta Bargot.
Penggunaan Galian C tanpa izin oleh PT Jaya Kontruksi disinyalir telah melanggar UU No 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Bata Bara, dimana dalam pasal 161 diatur ketentuan pidana bagi pengguna bahan galian yang berasal dari kegiatan ilegal.
“Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP,
IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, pasal 104, atau pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” terang dalam pasal itu.
Beranjak dari bunyi Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020 diatas kuat dugaan PT Jaya Kontruksi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dipidana karena pantas diduga telah menggunakan material galian C dari hasil kegiatan penambangan galian C yang tidak memiliki Izin.
Sebelumnya, Ketua Jaringan Masyarakat Pemantau Kepolisian Sumatera Utara (Jampi Sumut) Zakaria Rambe, SH, Selasa (31/01/23) mendesak Kapolda menurunkan tim untuk menutup dan menghentikan kegiatan eksplorasi tanpa izin di Kabupaten Mandailing Natal. Hal ini diungkapkan Zakaria perihal adanya perusahaan Galian C yang tak memiliki izin.
Menurut Zakaria, wewenang penerbitan izin Galian C merupakan tanggungjawab pemerintah pusat dengan adanya rekomendasi dari Pemerintah Provinsi. Dengan tidak adanya izin dari perusahaan ini maka sangat merugikan bagi Pemerintah Daerah yang kekayaan alamnya dipakai untuk keuntungan perusahaan tersebut.
“Apalagi kita ketahui bahwa perusahaan Galian C itu salah satu perusahaan yang menyumbangkan bahan baku untuk proyek multiyears pembangunan jalan antara Padang Sidempuan dengan perbatasan Sumatera Barat. Sudah seharusnya Polda Sumut ambil tindakan tegas untuk pelaku-pelaku perusahaan yang menjadi perusak lingkungan,” tegas Zakaria.
Penasehat Komunitas Advokat Alumni UMSU ini juga menjelaskan, selain Polda Sumut, Pemerintah Daerah yang Daerahnya dieksplorasi juga harus bersikap tegas. Menurut Zakaria, walaupun izin mereka tidak bisa mengeluarkan tetapi pemerintah daerah mendapatkan kompensasi dari pengerukan sumber daya alam.
“Pemkab Madina harus juga bisa tegas. Tindak dan tutup perusahaan itu. Banyak kerugian Pemkab, selain lingkungan yang rusak, bisa-bisa berefek ke bencana alam untuk daerah tersebut,” ungkap Zakaria. (Syahren)