WARTAMANDAILING.COM, Padangsidimpuan – Gabungan Aliansi Pergerakan Tapanuli (GAPERTA) yang tergabung dari beberapa elemen melaporkan PPK 2.3 Provinsi Sumatera Utara ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Padangsidimpuan, Selasa (7/5/2024).
PPK 2.3 Provinsi Sumut bersama jajarannya diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan korupsi pada pengerjaan badan jalan serta diduga telah melakukan praktik pungli kepada PT Telkom Indonesia, Tbk melalui vendornya dengan modus ganti rugi atau perbaikan badan jalan yang disebut rusak akibat galian utilitas di area Tugu Siborang hingga simpang Kampung Sipirok Padangsidimpuan.
Ketua LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara Pembaharuan Nasional (PENJARA PN), Stevenson Ompusunggu mengatakan, PPK 2.3 Provinsi Sumut inisial FS bersama Koordinator Pengawas Lapangan inisial RT diduga telah melakukan korupsi dan praktik pungli sebesar Rp.80.529.336,- pada perbaikan badan jalan Nasional di kota Padangsidimpuan pada akhir tahun 2023 lalu.
“FS bersama RT diduga telah menyalahgunakan wewenang mereka yang telah meminta biaya ganti rugi ataupun perbaikan badan jalan kepada salah satu BUMN melalui surat pemberhentian dan penyampaian rekapitulasi biaya atas kerusakan badan jalan di area kota Padangsidimpuan,” ungkap pria yang akrab disapa Steven ini.
Sebab, kata Steven, setelah penerbitan surat pemberhentian lalu penyampaian rekapitulasi biaya hingga penunjukan pembayaran agar dilakukan ke rekening salah seorang yang bukan pegawai atau Bendahara BBPJN adalah suatu pelanggaran hukum.
Apalagi berkaitan dengan proyek yang menggunakan keuangan negara, kata dia lagi, tentunya segala sesuatunya dilakukan secara resmi menurut aturan keuangan negara juga.
“Permintaan biaya melalui surat rekapitulasi yang dilakukan mereka adalah keliru dan terindikasi penggelembungan anggaran yang tidak sesuai spesifikasi umum Bina Marga sehingga diduga telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan tujuan meraih keuntungan untuk pribadi,” papar Steven.
Pria bermarga Ompusunggu ini juga menduga dana yang dikirim melalui salah satu vendor PT Telkom Indonesia,Tbk (PT Mukti Mandiri Lestari) kepada perseorangan yang bukan Pegawai atau Bendahara BBPJN Sumut atas nama Jonris Efdion dengan total nilai Rp. 80.529.336,- adalah sarat Pungli.
“Sebab, material dan mobilisasi maupun demobilisasi pengerjaan/perbaikan badan jalan dimaksud terindikasi tumpang tindih anggaran dengan pekerjaan jalan nasional yang sedang berlangsung saat itu di wilayah kota Padangsidimpuan,” imbuhnya Ketua LSM PENJARA PN, Steven.
Senada penuturan yang disampaikan Didi Santoso selaku aktivis dari Aliansi Mahasiswa Maju Terintegasi (ALMAMATER) bahwa oknum PPK 2.3 Provinsi Sumatera Utara bersama sejumlah okum jajarannya diduga telah melakukan persekongkolan dengan pihak kontraktor atau konsultan atas pekerjaan perbaikan badan jalan yang disebut rusak akibat galian utilitas PT Telkom Indonesia,Tbk pada pertengahan Tahun 2023 lalu.
Sehingga praktik yang dilakukan terindikasi korupsi, karena setelah menerima dana yang diminta dan dikirim melalui rekening Jonris Efdion sebesar Rp. 80.529.336,- secara bertahap, pekerjaan perbaikan diduga dilakukan secara asal-asalan dan tidak selesai dikerjakan sepenuhnya sebagaimana volume dan spesifikasi yang disebutkan dalam surat rekapitulasi biaya perbaikan.
“Kami juga menduga kuat kalau perbaikan jalan dimaksud dikerjakan bukan menggunakan anggaran dana yang diterima/dikirim melalui rekening pribadi atas nama Jonris Efdion,” tegas Didi.
Didi juga mengemukakan, bahwa sejumlah surat yang diterbitkan PPK 2.3 Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan Kop Surat Kemeterian PUPR Dirjen Bina Marga BBPJN Sumatera Utara Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Utara diduga diperuntukkan sebagai alat untuk melakukan Pungli terhadap PT Telkom Indonesia, Tbk melalui vendor nya.
“Adanya surat pemberhentian pekerjaan yang ditembuskan kepada Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Sumut diduga tidak diketahui atau tidak diteruskan oleh Kepala Satker PJN Wilayah II Sumut serta adanya surat kuasa dan seterusnya hingga diterbitkannya surat kesepakatan yang salah satu poin berisikan pembayaran biaya perbaikan/ganti rugi dilakukan dan ditujukan ke rekening pribadi atas menurut kami merupakan pelanggaran hukum,” Didi menguraikan.
Didi berharap kepada Kejari Padangsidimpuan agar melakukan pemeriksaan, penindakan dan langkah hukum terhadap sejumlah oknum yang terlibat dalam praktik pelanggaran hukum oleh sejumlah oknum sebagaimana dalam uraian-uraian serta dugaan-dugaan yang disebutkan dalam surat aduan yang dilayangkan GAPERTA. (Tim)