WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – SALAH satu daerah di provinsi sumatera Utara (Sumut), telah lama dikenal karena banyak lahir pahlawan nasional maupun tokoh nasional lainnya, disamping itu Mandailing Natal (Madina) juga dikenal sebagai daerah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah.
Namun dibalik pesona tersebut, tersembunyi sebuah krisis lingkungan yang semaki mengkhawatirkan untuk kehidupan yang berkelanjutan diakibatkan aktivitas penambang emas ilegal.
Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi lingkungan hidup sesungguhnya sudah berjalan jauh sebelum keberadaan manusia berikut peradaban yang menyertainya, namun dalam perkembangan pola hubungan dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup telah mengakibatkan beberapa dampak negatif.
Satu diantaranya adalah degradasi kualitas lingkungan hidup pada sungai akibat perilaku manusia dalam mengeksploitasi secara ilegal kandungan emas yang terdapat dalam sungai.
Praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) menggunakan alat excavator ini tidak hanya menimbulkan kerusakan ekologis yang serius tetapi juga berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat setempat kedepan. Pertambangan emas ilegal di wilayah Mandailing Natal telah menyebabkan degradasi tanah dan sedimentasi sungai yang massif, pencemaran sungai, longsor, banjir dan hilangnya keanekaragaman hayati, khususnya di aliran sungai Batang Gadis dan sungai Batang natal.
Limbah beracun, seperti merkuri dan sianida, yang digunakan dalam proses ekstraksi emas, mencemari air dan tanah, mengakibatkan masalah kesehatan yang parah bagi penduduk setempat. Disamping itu, aktivitas penambangan yang tidak terkontrol sering sekali menyebabkan longsor, erosi dan banjir, memperparah degradasi lingkungan.
Indonesia yang merupakan negara hukum (rechtstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat) belaka sebagaimana ditegaskan dalam Konstitusi bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Salah satu amanat yang terkandung dalam UUD NRI1945 adalah pemerintah dan seluruh unsur masyarakat wajib melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia tetap menjadi sumber daya dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lainnya.
Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang mengatur pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan, seperti Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU MINERBA).
Namun implementasi dan penegakan hukum sering sekali menghadapi berbagai tantangan, termasuk lemahnya pengawasan, kurangnya koordinasi antar lembaga dipusat maupun di daerah, serta yang menyentuh langsung kurangnya peran pengawasan dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat di wilayah PETI, dan praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) yang meluas.
Berbagai penelitian telah menyoroti pentingnya penegakan hukum yang efektif untuk mengatasi pertambangan ilegal, misalnya pertambangan emas illegal (PETI) yang terjadi di sungai Batang Gadis di Mandailing Natal. PETI yang terjadi di sungai Batang Gadis di Mandailing Natal akibat faktor pertumbuhan ekonomi yang sangat lemah sehingga menyebabkan pendapatan masyarakat sekitar tidak sebanding dengan kebutuhan hidup.
Selain itu, masa sekarang masyarakat cenderung bersifat materialistis dan ingin hidup kaya, tanpa memikirkan akibat yang akan muncul dari PETI tersebut untuk kehidupan anak cucu kedepan. Dalam kenyataannya dilapangan yang menjadi pelaku PETI tersebut bukan hanya masyarakat sekitar yang tergolong ekonomi lemah yang mencari penghidupan untuk biaya kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan alat tradisional (dulang), melainkan beberapa orang atau sekelompok pemodal yang digolongkan sebagai ekonomi menengah keatas.
Dimana golongan tersebut bukan bertujuan menyambung hidup untuk biaya kebutuhan sehari-hari, melainkan bertujuan untuk mencari kekayaan atau menumpuk harta kekayaan dengan jalan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan sekitar dan mengenyampingkan nilai-nilai kehidupan berkelanjutan.
Hal ini dilihat dari proses PETI yang dilakukan dengan menggunakan alat berat (beco) yang jauh lebih memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan sumber daya alam hayati untuk kehidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitaran sungai Batang Gadis, dibanding dengan cara tradisional.
Kerusakan atau pencemaran lingkungan akibat perbuatan manusia sebenarnya merampas, menafikan, atau menghilangkan hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan yang bersih, sehat dan merusak keanekaragaman hayati yang terdapat di sungai Batang Gadis seperti Ikan Mera, Garing (Jurung), Baung, cencen, dll yang menjadi jenis ciri khas ikan dari aliran sungai Batang Gadis yang terdapat di wilayah Mandailing Natal.
Pemerintah berkewajiban untuk menertibkan tindakan PETI yang beroperasi di aliran Sungai Batang Gadis tersebut, penertiban bukan hanya melakukan tindakan prefentif saja melainkan tindakan persuasif, mengingat kegiatan tersebut sudah di peringatkan berkali-kali namun oknum pelaku PETI masih tidak menghiraukan tindakan prefentif tersebut.
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Mandailing Natal sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat memiliki kewajiban dan wewenang untuk menghentikan pelaku tindakan PETI di aliran sungai Batang Gadis dan ditempat lainnya di Mandailing Natal.
Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menertibkan PETI melalui regulasi dan penegakan hukum. Pemerintah Daerah Mandailing Natal dapat melakukan operasi penertiban, memberikan sanksi kepada pelanggar, bahkan sanksi berat sekalipun, serta berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Selain itu, pemerintah daerah Mandailing Natal juga dapat mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif PETI terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pemerintah Daerah memang berperan penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, terutama dalam penertiban praktik ilegal seperti PETI di Sungai Batang Gadis yang terletak di Mandailing Natal. Pemerintah daerah bertanggungjawab untuk melaksanakan regulasi yang ditetapkan, menjaga ketertiban, dan melindungi sumber daya alam. Dalam konteks ini, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat tanpa merusak lingkungan.
Masyarakat sekitar yang terdampak dari kegiatan PETI di sungai Batang Gadis atas nama kepentingan umum, memiliki hak untuk menggugat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat atau siapa saja yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas dengan gugatan Citizen Law Suit (gugatan warga negara terhadap penyelenggara negara) sekitaran kegiatan PETI di Mandailing Natal.
Menurut Sjahdeni yang dimaksud dengan Citizen Law Suit adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara perwakilan. Gugatan dapat ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum.
Hak mengajukan gugatan bagi warga negara atas kepentingan umum adalah tanpa syarat, sehingga orang yang ingin mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang yang mengalami sendiri kerugian secara langsung. Begitu juga tidak memerlukan surat kuasa khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya.
Ketentuan Bab IV huruf B.3 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup bahwasanya warga negara adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan umum, dengan alasan adanya pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum oleh pemerintah atau Organisasi Lingkungan Hidup, dan tidak menggunakan haknya untuk menggugat.
Melalui gugatan citizen law suit terhadap pemerintah maupun pemerintah daerah (Pemda) karena kelalaian dalam menertibkan PETI dapat dilakukan berdasarkan prinsip perlindungan lingkungan dan hak oleh masyarakat untuk menanggulangi kerugian yang muncul dan dialami penggugat atau masyarakat setempat dimasa sekarang maupun yang akan datang.
Pemerintah daerah Mandailing Natal dalam hal ini diharapkan dapat lebih semangat dan serius mencegah dan menghentikan tindakan PETI di wilayah pemerintahannya, demi tercapainya perlindungan lingkungan dan kehidupan yang sehat, aman dan berkelanjutan.
Oleh : Milzril Suhendar
Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.