WARTAMANDAILING.COM, Medan – Sidang lanjutan perkara dugaan suap yang menyeret Bendahara PT DNG kembali digelar di Pengadilan Tipikor. Dalam persidangan kali ini, sejumlah fakta menarik terkuak terkait aliran dana yang diduga menjadi bagian dari praktik suap terhadap beberapa pihak tertentu.
Seperti dalam pengakuan Bendahara PT Dalihan Natolu Group (DNG) Mariam mengungkapkan dalam sidang perkara dugaan suap proyek jalan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut) memberikan sejumlah uang kepada sejumlah Kepala Dinas PUPR.
Hal ini diungkapkannya dalam fakta sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Medan pada Rabu 15 Oktober 2025 lalu.
Mariam merinci antara lain Rp7,27 miliar kepada mantan Kadis PUPR Mandailing Natal (Madina) EYH, Rp1,27 miliar kepada mantan Kadis PUPR Padangsidimpuan, AJ. Rp467 juta kepada pejabat Dinas PUPR Padang Lawas Utara (Paluta), H, serta Rp1,5 miliar kepada I selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Berdasarkan pernyataan ini praktisi hukum, Armansah, SH, MH meminta dan berharap agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) baik dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), maupun dari KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru.
“Dari pernyataan bendahara PT DNG itu, kita ingin JPU untuk usut kebenaran itu. Jangan menjadi isu yang meresahkan dimasyarakat. Bahkan, siapa-siapa saja yang menerima aliran dana itu harus diusut tuntas,” jelas Pengamat hukum, Arman, SH, MH kepada wartawan, Rabu, (29/10/2025).
Arman menilai Kejaksaan tidak perlu banyak bekerja lagi dengan adanya pengakuan dari mantan Bendahara PT. DNG tersebut. Hal ini dikarenakan, Mariam telah merinci penerima-penerima aliran dana tersebut. Apalagi, aliran dana yang diterima oleh eks Kadis PUPR Madina, EYSH tergolong paling besar dibandingkan dengan penerima aliran dana lainnya.
“Eks Kadis PUPR Madina misalnya, dalam pernyataan itu menerima Rp 7,27 Miliar. Angka ini tergolong paling besar diantara nama-nama yang disebutkan Mariam. Kejaksaan dan KPK harus lacak aliran dana yang diterima kepada siapa saja diberikan. Hukum jangan tumpul keatas, tajam kebawah,” tegas Arman.
Karena itu lanjutnya, sebagai pengamat Hukum, Arman berharap Kejaksaan untuk mengusut tuntas dugaan suap proyek jalan di Madina dan Sumatera Utara umumnya. Akibat dari dugaan korupsi dana suap ini, banyak masyarakat yang merasakan dampaknya.
“Akibat korupsi dan dugaan suap ini banyak masyarakat yang akhirnya ikut merasakan dampaknya. Harapan masyarakat yang ingin merasakan jalan yang bagus jadi sirna,” pungkas Direktur LBH Mutiara Keadilan, Armansah, SH, MH.
Bukan hanya dari Direktur LBH Mutiara Keadilan, publik juga berharap, kejaksaan tidak berhenti pada permukaan kasus semata. Penegakan hukum seharusnya tidak pandang bulu, apalagi jika melibatkan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau jabatan strategis. Proses hukum yang terbuka dan transparan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.
Jika jaksa benar-benar berani menelusuri dan membuka seluruh aliran dana dugaan suap ini, maka keadilan substantif bisa terwujud. Namun, jika sebaliknya, dan kasus ini berhenti pada “pemain kecil”, maka publik akan menilai hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Kini bola ada di tangan jaksa. Mampukah mereka membuktikan bahwa hukum benar-benar menjadi panglima, bukan sekadar alat kepentingan?. (Tim)
