Ridwan Rangkuti : Perusahaan Wajib Membangun Kebun Pola Plasma Atau Kemitraan Dengan Masyarakat

Ridwan Rangkuti SH.MH. Ketua Penasehat Peradi DPC Tabagsel, Advokat senior asal Madina, Dosen Fakultas Hukum Syariah UMTS Padangsidimpuan. fhoto : Istimewa.
Ridwan Rangkuti SH.MH. Ketua Penasehat Peradi DPC Tabagsel, Advokat senior asal Madina, Dosen Fakultas Hukum Syariah UMTS Padangsidimpuan. fhoto : Istimewa.

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Zaman Orde Baru setiap Perkebunan wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar sebanyak 20 % dari luasan lahan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Hak Guna Usaha (HGU), yang dinamakan Kebun Plasma masyarakat melalui Kelompok masyarakat seperti Kelompok Tani atau Koperasi. Di sebut sebagai Plasma karena persyaratan mutlak dan terintegrasi dengan Kebun inti perusahaan.

“Semua kebutuhan pembangunan kebun Masyarakat tersebut difasilitasi oleh perusahaan dengan sistim kemitraan baik fasilitas kredit kepada pihak Bank penyedia dana maupun pengelolaanya hingga berproduksi baru diserahkan kepada masyarakat peserta plasma melalui Koperasi masyarakat atau kelompok masyarakat lainnya.”ujar Ridwan Rangkuti kepada Warta Mandailing, Senin (3/3/2023).

Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Tabagsel Ridwan Rangkuti SH.MH menjelaskan, Kewajiban perusahaan perkebunan membangun kebun plasma masyarakat seluas 20% dari luas lahan yang dimiliki perusahaan berdasarkan Izin yang dimiliki sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian No.26 tahun 2007, karena banyaknya perusahaan perkebunan yang nakal pada zaman Orde Baru.

“Maka pada zaman reformasi pengaturan Plasma masyarakat tersebut semakin tegas dan bahkan diancam pencabut Izin usaha perkebunan atau HGU Perusahaan jika tidak bermitra dengan masyarakat sekitar untuk membangun perkebunan masyarakat, nomenklatur bukan Plasma tapi kemitraan yang mana, makna dan persyaratannya sama dengan plasma dimana perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat dengan pola kredit, bagi hasil dan setelah berproduksi baru diserahkan kepada masyarakat dan pengelolaan tetap bermitra dengan perusahaan, sebagai mana yang diatur secara tegas dalam Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian sebagai turunan Peraturan Pelaksana dari Undang-undang Cipta Kerja Karya NO.11tahun 2020.”jelas Dosen Fakultas Hukum Syariah UMTS Padangsidimpuan ini.

Lanjut Ridwan, Bahwa untuk melaksanakan dan menindaklanjuti ketentuan dalam Paragraf 2 Pasal 12, Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 23 PP No.26 tahun 2021 Menteri Pertanian mengeluarkan Permentan NO.18 tahun 2021 tentang Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar sebagai Revisi Permentan NO.26 TAHUN 2007, dalam BAB II Pasal 2 sd. pasal 6.

Selanjutnya dalam BAB III diatur tentang Tahapan Fasilitasi yang meliputi Persiapan, Sosialisasi, Identifikasi Calon Lahan, Identifikasi Calon Pekebun dan Kelembagaan Pekebun termasuk Lembaga Koperasi, Perjanjian Kerja Sama, Pelaksanaan, Pembangunan Fisik Kebun Masyarakat, Penyelesaian Fasilitas Kebun Masyarakat, Penyerahan Kebun Masyarakat, Penyerahan Kebun Masyarakat oleh Pihak Perkebunan sesuai dengan daftar Pekebun yang tergabung dalam lembaga yang dibentuk masyarakat seperti Koperasi yang disaksikan oleh Pihak Pemerintah Daerah dan ada Berita Acara Penyerahannya. Dari rangkaian fasilitas yang wajib dilakukan oleh perusahaan polanya sama dengan rangkaian fasilitas pembangunan kebun Plasma Masyarakat. Sehingga menurut peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas Pembangunan Perkebunan Plasma Masyarakat pada masa Orde Baru sama dengan Pola Kemitraan yang diatur dalam berbagai peraturan pasca Reformasi.

“hanya beda nomenklatur Plasma dengan Kemitraan, pelaksanaanya sama dan tetap menjadi Kewajiban mutlak Perusahaan perkebunan untuk melaksanakannya.”ujar Advokat Senior asal Madina ini. (Syahren)

Read More