WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Putaran keempat kegiatan “tastas nambur” (Komunikasi awal) Patuan Mandailing dalam menindaklanjuti konsep “Patujoloon Mandailing Natal”, sejumlah datuk di Muarasipongi dan Raja Adat Pakantan mengaku solid dan siap berpartisipasi dalam kerangka “marsialap ari”.
Dalam rilis tertulis yang diterima redaksi Wartamandailing di Panyabungan (28/5/2024), Patuan Mandailing yang di dampingi Mangaraja Gunung dari Bagas Godang Gunung Tua, Sutan Palembang dari Bagas Godang Panyabungan Julu, Sutan Pulungan Naposo dari Bagas Godang Hutabargot dan budayawan Abdul Hamid Nasution alias Mariati mengungkapkan, para Datuk wilayah adat Tanah Ulu, Muarasipongi dan Raja Adat beserta tokoh agama Pakantan sudah menunjukkan solidaritas dan komitmennya.
“Insya-Allah, melalui para datuk dan tokoh masyarakat di Muarasipongi dan raja adat beserta tokoh agama di Pakantan sama-sama solid untuk berpartisipasi secara “marsialap ari”, saling membantu, tolong-menolong dan saling mendukung dalam mewujudkan konsep “Patujoloon Mandailing Natal, Standar Baru Kemajuan Daerah,” jelasnya.
Lebih jauh, tokoh dari Bagas Godang Hutasiantar H Hasanul Arifin Nasution ini menguraikan, silaturrahmi yang dalam bahasa Mandailing bisa disebut sebagai kegiatan komunikasi tahap awal, “tastas nambur”, di Muarasipongi dan Pakantan itu tak lepas dari peran strategis H Buhanuddin Datuk Rimambang.
Baik dalam pertemuan dengan sejumlah datuk selaku tokoh adat wilayah Tanah Ulu, Muarasipongi, di rumah kediaman Datuk Rimambang, Pasar Muara Sipongi pada Sabtu kemarin (25/5), maupun dalam silaturrahmi dengan raja adat bersama sejumlah tokoh agama Pakantan di Bagas Godang Pakantan (Senin malam, 27/5), Datuk Rimambang menyampaikan bahwa pertemuan itu merupakan bagian dari kerja-kerja “Patujoloon Mandailing Natal, Standar Baru Kemajuan Daerah.”
Dengan gaya dan sentuhannya yang khas, lanjut Patuan Mandailing, Datuk Raimambang menggambarkan proses awal yang berlangsung dalam dua tahun terkahir. Termasuk menyampaikan bahwa jauh-jauh hari sebelumnya, Raja-Raja Mandailing sudah menyampaikan “Hata Olos, Hata Andung” kepada H Ivan Iskandar Batubara gelar Patuan Parimpunan Gomgom Mandailing di Bagas Godang Alahan Kae, Kecamatan Ulupungkut.
Berawal dari “Olos-Andung”
Bahwa dalam surat yang ditandatangani sebanyak 2 Raja Panusunan dan 44 Raja Ripe itu, para Raja Mandailing memohon agar tokoh Nasional bergelar Patuan Parimpunan Gomgom Mandailing itu berkenan untuk mengambil peran sebagai ‘Sitiop Tali Pinuntun ni Mandailing’. Agar bersedia dicalonkan menjadi Bupati Mandailing Natal pada Pilkada 2024.
“Memang, sejak dari awal, Patuan Parimpunan Gomgom Mandailing (PPGM) menjawab olos-andung Raja-raja Mandailing itu dengan ungkapan: ‘Inda mangilak tano ditinggang udan,’ yang berarti beliau merasa seperti tanah yang tak bisa mengelak ketika air hujan jatuh. Namun, beliau mengaku baru mendapat ketetapan hati menyatakan siap setelah melaksanakan ibadah Umrah ke Mekkah sebanyak empat kali dalam delapan bulan terkahir ini,” imbuh Ketua Forum Pelestarian dan Pengembangan Adat dan Budaya (FPPAB) Mandailing Natal itu.
“Alhamdulillah, para Datuk Tanah Ulu dan Raja Pakantan sudah menerima kami dan siap berpartisipasi aktif. Harapannya, kita bisa terus bersama-sama menguatkan visi dan mengambil peran dalam menyatukan kekuatan dalam membangun Madina hingga ke posisi terdepan,” lanjutnya.
Patuan Mandailing dalam menindaklanjuti konsep “Patujoloon Mandailing Natal”,
Dia juga menggambarkan, dalam komunikasi yang dijalinnya seperti juga di Bonandolok Siabu dan Panyabungan Selatan beberapa hari sebelumnya, para tokoh dan umumnya masyarakat menghendaki agar ikut serta berpartisipasi dalam menata (mangatak-mangetong) kembali pembangunan Madina yang selama ini sempat “juga-jage, jumarampar, jumarorap”. Sehingga pembangunan itu lebih terencana, lebih objektif sesuai dengan prioritas penanganan masalah yang ada dan membawa dengan segenap upaya seluruh energi hingga Madina menempati ke posisi terdepan.
“Itulah, kalau memang kita ingin Madina lepas dari masalah-masalah besar yang ada saat ini, satu-satunya cara atau jalan keluarnya adalah bergabung ke dalam gerakan “Patujoloon Mandailing Natal”.” lanjutnya.
Dia pun menjabarkan, “Kata “patujoloon” itu ‘kan artinya mengedepankan. Menjadikan Madina sebagai kepentingan (hajat) bersama sehingga menjadi pertimbangan paling utama dalam setiap keputusan, terutama di Pemkab dan DPRD Madina, sehingga Madina menjadi kabupaten yang menempati urutan terdepan di Sumut dan unggul secara nasional. Tapi, mengutip ungkapan PPGM, patujoloon itu tidak cukup dan tidak bisa diartikan sekedar menjadikan Madina yang lebih baik.
Kita sependapat itu!” Jaminan “Patujoloon”
Di dalam kedua pertemuan itu, muncul dinamika yang baik. Ada undangan yang mempertanyakan soal gambaran tentang apa yang menjadi jaminan jika konsep “patujoloon” dalam kepemimpinan Bapak Ivan Iskandar Batubara itu akan lurus-lurus saja, seperti yang diharapkan.
Ada juga yang meminta gambaran siasat dan strategi untuk menghilangkan praktek politik uang dalam Pilkada 2024 ini. Selain itu, mengemuka juga pertanyaan tentang letak nilai-nilai agama dalam pergerakan “Patujoloon Mandailing” itu.
Menjawab ketiga pertanyaan itu, Patuan Mandailing mengemukakan, “Soal jaminan atau garansi, saya atau kita tidak bisa memberi jaminan. Hanya Allah Subhanahu Wata’ala yang bisa membuat sesuatu yang pasti.”
Menanggapi tentang money politik, Patuan Mandailing mengungkapkan, semua lapisan masyarakat harus mengubah mindset, termasuk tokoh dan harajaon. Yang salah, walau sudah terbiasa atau jadi kebiasaan, harus diluruskan. Kalau mulai dari tokoh hingga masyarakat bisa komit membiasakan yang benar, jangankan money politic, banyak kalangan masyarakat juga siap menyumbang untuk pendanaan Pilkada itu.
Yang terakhir, soal posisi agama. Patuan Mandailing menyebutkan, mengedepankan agama itu juga jadi keniscayaan. Meminggirkan agama sama dengan membuat tujuan ber-Madina atau “patujoloon” itu makin jauh, gagal. “Meminggirkan nilai-nilai agama itu bikin semuanya jadi omong kosong. Kami jauh-jauh datang dari Panyabungan, bukan basa-basi. Ini nyata, perjuangan. Satu bukti dari tekad kita. Begitu pun sebaliknya, saya menilai, para datuk, raja dan tokoh masyarakat bersedia datang silaturrahmi, pun dengan spirit jihad yang menyala,“ tambahnya.
Ubah Mindset, Sebagaimana yang disampaikan dalam keempat pertemuan “tastas nambur” itu, Patuan Mandailing mengatakan kepada wartawan, konsep “Patujoloon Mandailing Natal” itu merupakan ajakan kepada segenap masyarakat, elemen, dan tokoh di Madina ini. Bukan cuma arah tujuan (visi), melainkan juga sekaligus metode (cara) untuk betul-betul bisa membawa Madina ke posisi terdepan di Sumut dan Indonesia umumnya.
Harapannya, Madina bisa terdepan dalam sinergi masyarakat dan pemerintah. Terdepan dalam membaca permasalahan-permasalahan yang ada saat ini. Terdepan dalam megambil solusi. Terdepan dalam pembangunan semua aspeknya. Sehingga, pada akhirnya kita sampai pada keadaan makmur. Semua masyarakat mendapatkan haknya untuk bahagia secara lahir-batin.
Setiap orang bisa cari nafkah dengan aman, tenang, kerja dengan baik serta dapat hasil yang memadai dan halal. Setiap anak bisa sekolah dengan biaya terjangkau, bisa dapat kerja dan upah yang layak. Tak terancam makan. Tak sulit untuk punya rumah. Mudah belanja kebutuhan pakaian.
“Yang pertama, kita harus mengubah mindset. Jangan lagi membenarkan kesalahan yang sudah jadi kebiasaan. Seharusnya, yang kita biasakan adalah hal-hal yang benar,” ungkapnya mengutip kalimat Patuan Parimpunan Gomgom Mandailing (PPGM)
Dalam pemilihan pemimpin, seperti Pilkades dan Pileg, kita sudah terbiasa memilih karena uangnya, siraman dari calon. Kebiasaan seperti itu nyaris kita anggap benar.
Padahal, tambahnya, memberi dan menerima siram-siram atau money politic itu kan salah. “Nah, kalau kita mau membiasakan yang benar, bukankah kita harus menolak praktek politik uang?” gugah Patuan Mandailing.
“Patujoloon Mandailing” itu adalah pandangan yang jauh ke depan. Bergerak dengan saling menolong, bantu-membantu (marsialap ari, marsali). Saling menghargai, saling menopang untuk kemajuan bersama.
Patujoloon itu adalah membangun kecerdasan bersama. Mengedepankan intelektualitas. Yang lebih penting, sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai agama, akhlak yang baik budi pekerti.
“Itu semua termasuk ukuran atau standar dalam memajukan daerah, seperti Madina ini,” tunjuk Patuan Mandailing. Makanya, ungkapan “Patujoloon Madina” itu masih ada sambungannya, yaitu, “Standar Baru Kemajuan Daerah”.
Karena standar lama ternyata bikin kita mundur, maka kita harus bangun Madina dengan memakai standar baru.
“Ya, itu tadi, jangan lagi kita biasakan perilaku yang salah sampai-sampai kita anggap begitulah yang benar. Padahal, yang harus kita biasakan adalah perlakuan yang benar. Itulah gambaran atau contoh dari “standar baru” itu,” sebut Patuan Mandailing.(*)