Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
(Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)
WARTAMANDAILING.COM – Tidak semata menghibur dan media untuk menyalurkan pandangan, untaian lirik seringkali menyampaikan pesan-pesan kesesatan. Penyempitan makna kehidupan dalam ringkasan lirik-lirik menunjukkan usaha tertentu dalam setiap lantunan termasuk dangdut.
Ternyata membawa akibat berbahaya dalam membangun pemahaman masyarakat, pesan sesat yang disampaikan tidak hanya terhadap pola pikir seperti angan-angan kosong namun sampai pada paradigma.
Keengganan untuk mendengarkan musik dangdut dengan terganti oleh produktivitas lain menjadi pilihan sebagian masyarakat. Sebagian lain bersegera menyadari kerugian dari sekedar terus-menerus memantenginya.
Angan-angan kosong dimaksud adalah semata kenikmatan mendengar musik dengan berkhayal akan lirik-lirik yang indah, melenakan serta berisi kenangan-kenangan.
Memanfaatkan kesempatan untuk semata memproduksi musik agar dinikmati orang banyak mungkin tidak seberapa membawa pengaruh buruk, namun lirik seperti “mengorbankan pertemanan, berkorban untuk cita-cita, bahkan berkorban demi cinta”, dapat berakibat pada orang yang enggan untuk melakukannya.
Lantaran sesat, langkah tersebut akhirnya dapat membuat pendengarnya tidak mau lagi mengorbankan pertemanan, berkorban untuk cita-cita, sampai bercinta.
Lirik sesat sebenarnya bukan hal baru dalam dunia musik, meski bukan dangdut, berbagai judul lagu seperti asereje, bohemian rapsody, dan hotel California telah mengguncang dunia. Kehebohan yang ditimbulkan pada zaman itu terbukti dengan analisa ketat bahwa terdapat usaha-usaha untuk menyelipkan paham sesat.
Maka insan dangdut perlu introspeksi diri agar tidak menularkan kesesatannya dalam setiap lagu. Ingat, jejak digital sulit dihilangkan serta latarbelakang dari setiap pelaku dangdut akan terekspose dan memberi pengaruh sampai kepada yang bukan pendengarnya sekalipun.