Miris! Kisah Supir Angkot Bawa Bayinya Saat Bekerja, Ini Komentar Dokter Spesialis Anak

Nurul Mukminin sopir angkot trayek Mangkang-Johar memegang setir, Jumat (7/2/2020), ditemani bayinya Bilqis Choirun Nisa dan anak tertua, Balqis Choirun Najwa.(foto: istimewa)

WARTAMANDAILING.COM, Semarang – Bilqis Choirun Nisa, bayi berusia 3,5 bulan, setiap hari harus menghirup pekatnya asap kendaraan di Kota Semarang.

Sang ayah, Nurul Mukminin (46), yang bekerja sebagai sopir angkot trayek Johar-Mangkang terpaksa membawa bayinya saat mencari nafkah.

Istrinya atau ibunda Bilqis, Ariani Dwi Setyowati (21), telah meninggal pada November 2019 lalu.

“Saya terpaksa mengajak bayi saya bekerja. Kalau saya tinggal sendirian di rumah tidak mungkin. Sempat saya titipkan ke tetangga untuk mengasuh Bilqis tapi saya tidak kuat membayar, ” kata Nurul Mukminin kepada wartawan seperti dilansir Tribunsolo.com, Jumat (7/2/2020).

Nurul sudah membawa bayinya bekerja sekira sebulan ini. Meski membawa bayi membuatnya lebih repot saat narik angkot, dia mengaku tidak ada pilihan lain.

Terkait kisah Nurul Mukminin (46), seorang supir angkot yang bekerja sembari membawa buah hatinya Ketua (Ikatan Dokter Anak Indonesia) IDAI Jateng Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp. A(K) ikut berkomentar.

Menurut dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Hermina Pandanaran Semarang ini, suasana atau lingkungan tempat anak tumbuh kembang sangat berpengaruh bagi pemenuhan kebutuhan dasar di usia periode emas.

Read More

“Kalau dilihat jelas pemenuhan kebutuhan dasar anak tidak akan terpenuhi baik dalam aspek asuh, asih, atau asahnya mengingat suasana kerja yang dituntut adalah pelayanan terhadap konsumen. Artinya, pasti nanti anak juga yang akan terkalahkan demi mencapai kepuasan pelanggan,” ujarnya pada awak media, Sabtu (8/2/2020).

Menurutnya, usia Bilqis yang ada di fase periode emas dapat berpengaruh bila kebutuhan dasar di fase itu tidak terpenuhi secara maksimal. Disarankan ada pihak yang dapat membantu sehingga kebutuhan dasar tersebut bisa terpenuhi.

“Dalam teori ekologi sistem, sebenarnya kalau orangtua tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar anak, maka anggota keluarga dapat berperan membantu pemenuhan kebutuhan itu,” imbuhnya.

Sedangkan bila anggota keluarga juga tidak mampu maka ada peran masyarakat yang akan membantu lewat panti. 

Dan apabila masyarakat pun tidak mampu, maka peran negara memegang tanggung jawabnya sesuai dengan UUD 1945.

Dalam aspek kesehatan anak pula dirinya menyebut secara eksternal atau lingkungan pemenuhan kesehatan tidak terpenuhi. Sebab, pekerjaan Mukminin yang dihabiskan di jalanan akan membuat Bilqis rentan terkena polusi. 

“Sisi kesehatan adalah satu di antara sisi lainnya dari aspek kebutuhan dasar anak. Pada aspek asuh anak, harus terfasilitasi kesehatannya baik secara internal tubuh anak itu sendiri yaitu terpenuhi nutrisi yang bergizi, imunisasi, Perilaku Hidup Bersih san Sehat (PHBS). Sedang secara eksternal adalah lingkungan yang sehat, bebas dari polusi dan infeksi,” pungkasnya.(wm/tribunsolo.com)

Related posts