WARTAMANDAILING.COM – Adalah sebuah kesalahan fatal bila menyangka bahwa semangat perang Salib telah punah. Meski “Perang Salib” telah jauh tertinggal di masa lalu, ingatan itu masih tetap hangat di kepala siapa saja yang erat hubungan emosional religiusitas nya.
Berakhirnya perang salib (1096-1291 M) tidak serta-merta membuat dendam Barat (kaum zionis yahudi, salibis, kapitalis dan sekular) terhadap Islam dan umatnya berakhir juga. Dendam kesumat yang menggenangi sejarah dengan tinta merah darah itu akhirnya menemukan celah, yaitu ketika Eropa melalui Columbus menemukan dan membuka jalur perjalanan dan perdagangan ke dunia Timur dan dunia Islam.
Dengan dalih perdagangan dan mencari rempah-rempah, mereka akhirnya melakukan penjajahan ke dunia Timur umumnya dan ke dunia Islam khususnya. Kedatangan bangsa Eropa (Barat) bukan hanya membawa panji gold (emas) dan glory (kebanggaan), tetapi juga Gospel (penyebaran Injil). Dendam sejarah ini di aplikasikan dalam bentuk penjajahan (imperialisme). Penjajahan kekayaan alam, moral, budaya, pola pikir, dan aqidah.
Untuk itu semua, mereka melakukan ghazwatul fikri demi melemahkan semangat berpikir dan membentuk pemahaman yang sesuai dengan keinginan mereka. Diantarnya adalah perekayasaan secara sistematis yang dilakukan oleh kaum kuffar dengan menggambarkan agama Islam sebagai sesuatu yang menakutkan.
Pemburukan itu direalisasikan dengan cara memanfaatkan peranan media yang digunakan untuk menggiring opini dunia, menciptakan label-label negatif dan menyeramkan seperi fundamentalis, ekstrimis, fanatik dan teroris yang dilekatkan kepada seseorang atau kelompok aktivis pergerakan Islam.
Dalam hal ini, target pasarnya tidak hanya masyarakat Barat, melainkan masyarakat Islam sendiri agar ia menjauhi agamanya. Jadi, terbentuknya opini publik tentang bahayanya Islam sebagai ancaman akibat pemburukan citra Islam tersebut dapat memberikan semacam legitimasi dan justifikasi bagi Barat dan antek-anteknya untuk membasmi siapa saja dan kelompok apa saja yang mengusung bendera Islam dalam perjuangan politiknya. Bahkan serangan terhadap ekstrimis Muslim yaitu fundamentalisnya pers populer dengan mudah berubah menjadi serangan terhadap seluruh ummat Islam.
ISLAMISASI MASYARAKAT ISLAM LAWAN DARI ISLAMOPHOBIA
Rangkaian serangan Barat kepada pihak Islam ini tentu tidak hanya untuk ditonton saja, melainkan dari pihak Islam sendiri harus ada upaya membebaskan dirinya dari penafsiran sepihak sebagaimana yang dicitrakan Barat selama ini.
Masyarakat Barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu terjadi karena masyarakat Barat mempelajari dan memahami Islam dari buku-buku para orientalis, sementara orientalis mengkaji Islam dengan tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam atau penyelewengan ajaran Islam.
Umumnya, ketika berbicara tentang Islam, pandangan dan analisis para orientalis tidak objektif dan tidak fair, sudah bercampur dengan subjektivitas dan kepentingan tertentu. Hasilnya citra Islam yang tampak oleh orang-orang Barat hanyalah kekejaman, kekerasan, fanatisme, kebencian, keterbelakangan, dan enah apa lagi.
Hal itu diperparah dengan sajian Islam oleh media Barat tidak secara utuh. Islam yang mereka kenalkan adalah bukan Islam kebanyakan (sunni), melainkan syiah (Iran) yang dianut hanya oleh 10% kaum muslim dunia. Syiah menjadi perwakilan Islam di media Barat, citra Syiah menjadi citra Islam di seluruh dunia.
Citra ini antara lain dengan memperlihatkan orator-orator yang menyeru pada pembunuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kekejaman dan kebiadaban atau kaum wanita yang ditampilkan secara berat sebelah serta diikuti pandangan-pandangan miring tentang pakaian yang menyelimuti tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kali dengan kain hitam, atau para pemuda yang memegang kalashnikov.
Bagi Barat Islam adalah genderang perang Khomeini dan Khadafi dalam memerangi Amerika, agresi Saddam terhadap Kuwait, pembunuhan Sadat, “bom bunuh diri” aktivis Hamas, dan sebagainya.
Maka dibutuhkan kesadaran khusus terhadap masyarakat Islam untuk kembali belajar membenahi internal nya yang sedang berantakan. Salah satu aspek yang terpenting adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan.
Perlu diketahui, Islam bukanlah agama ritual semata. Islam merupakan agama yang mengandung nilai ideologis yang sempurna. Mulai dari urusan masuk ke kamar mandi sampai pada urusan tata negara diatur oleh Islam.
Maka, betapapun banyaknya masyarakat Islam di suatu negara, umat Islam akan selalu kalah jika dalam penerapannya justru memakai sistem buatan Barat. Wajar saja, seperti di Indonesia, dengan Islam sebagai agama mayoritas penduduknya justru malah terpinggirkan dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Maka ada 4 tahapan yang bisa dilakukan dalam memperbaiki pola pikir masyarakat dan melawan Islamophobia :
Pertama, dakwah. Tugas dakwah ini harus kita emban untuk memahamkan umat yang belum mengerti betul tentang Islam. Meski berat dan beresiko tinggi, dakwah tetap harus dilakukan sebagai pembelaan kepada Agama Allah. Sebab kita yakin bahwa dibalik keseriusan dan kesungguhan kita berdakwah, Allah akan menghadiahkan kemenangan di sana nanti.
Kedua, kita sendiri dan masyarakat sekitar kita harus memahami bahwa Islam adalah Ideologi. Dengan begitu, kita akan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Sebab Islam tak hanya mengatur urusan sholat, puasa, zakat, haji, tapi juga mengurusi masalah ekonomi, politik, pendidikan, hukum, sosial, peradilan, pemerintahan, dan lain sebagainya.
Ketiga, kita harus berani melakukan ghazwatul fikri (perang pemikiran) dengan berbagai ide sesat yang ada di masyarakat. Misalnya menyampaikan bahwa demokrasi kufur, nasionalisme itu tercela, sekularisme itu sesat dan lain sebagainya. Tentunya dengan dalil dan argumentasi yang kuat dan memuaskan akal serta menentramkan hati.
Keempat, kita harus menunjukkan kelemahan atau kepalsuan sistem kufur yang kini tengah mengatur kehidupan masyarakat kita. Agar mereka sadar bahwa mereka itu tidak hidup dalam habitatnya, mereka dalam lingkungan yang tidak Islami. Dengan begitu, mereka akan berusaha meninggalkan sistem selain Islam dan beralih membela dan memperjuangkan Islam sebagai sistem kehidupan.
Akhirnya, masyarakat bisa bangkit dengan melanjutkan kehidupan Islam.
Penulis: Bang Mamat