WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Kuasa Hukum korban pengeroyokan yang dialami Angga Harahap alias Jangga beberapa waktu lalu di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) meminta pihak Kepolisian Resort (Polres) Tapanuli Selatan (Tapsel) agar melakukan penahanan terhadap para pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran pasal 170 KUHP.
“Atas perkara klien kami bernama Angga Harahap yang dikeroyok tiga orang pelaku di hadapan Kepala desa, Babhinkamtibmas dan Babinsa sudah memenuhi unsur untuk dilakukan penahanan terhadap para Tersangka (TSK),” sebut Azhari Daulay didampingi Arifin Saleh Siregar selaku Kuasa Hukum Angga Harahap di depan Mako Polres Tapsel, Selasa (6/6/2023).
Menurut mereka, sesuai ketentuan undang-undang pada umumnya seseorang dan/atau sekelompok orang yang terancam hukuman pidana di atas lima tahun penjara dilakukan penahanan.
Berdasarkan hal tersebut kajian kewenangan yang dimiliki pihak penyidik untuk tidak menahan TSK memang tergantung dari hasil pemeriksaan selama TSK kooperatif dan tidak menghilangkan barang bukti.
“Jika para TSK tidak koorperatif dan/atau kurang kooperatif dalam proses pemeriksaan maka pihak penyidik sudah seharusnya melakukan Penahanan dan/atau Menangkap Pelaku,” harap Azhari agar para TSK segera dilakukan penangkapan.
“Nah, dalam perkara ini diketahui bahwa untuk memenuhi surat panggilan pemeriksaan I (pertama) pada tahap penyidikan, para pelaku pengeroyokan tidak hadir dengan alasan orangtua mereka sedang sakit,” ungkap Azhari.
Atas ketidakhadiran tersebut, bisa dikategorikan bahwa ketiga TSK kurang kooperatif, sehingga bisa dijadikan sebagai alasan kuat agar pelaku ditahan.
“Soal orangtua TSK sedang sakit kan bisa dilakukan pemeriksaan secara bergantian, bagi yang orangtuanya tidak sakit justru itulah yang lebih dahulu hadir,” imbuhnya lagi.
“Bahkan, halangan untuk dilakukan pemeriksaan bagi TSK itu pada hakikinya ada pada kondisi kesehatan TSK bukan kondisi kesehatan keluarga, jikapun TSK dalam posisi sakit itu harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Dokter,” tandasnya.
Sebaliknya, dari amatan kuasa hukum Angga Harahap, kondisi kesehatan mental dari klien mereka tersebut kini dalam posisi trauma, takut pulang kampung dan takut akan adanya ancaman-ancaman teror kepadanya. Dan berputus asa akan ketegasan hukum.
Untuk hal tersebut pihak keluarga berharap agar pihak kepolisian bekerja secara profesional dengan melakukan penangkapan terhadap ketiga tersangka, sebagaimana banyak kejadian-kejadian yang sama ditangani pihak kepolisian lainnya di Indonesia.
Sementara itu, terkait apakah terhadap para TSK sudah dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian?, Kasat Reskrim Polres Tapsel, AKP Rudi menjelaskan ada kewenangan kepolisian untuk tidak menahan TSK sepanjang TSK kooperatif selama pemeriksaan.
Menurut AKP Rudi, pengertian kooperatif diartikan TSK tidak menghilangkan barang bukti dan tidak berbelit-belit dalam proses pemeriksaan.
Lalu, saat dipertanyakan tentang materi perkara dalam proses penyidikan mengenai kelengkapan alat bukti?, Kasat Reskrim menyebut, wartawan tidak boleh mempertanyakan materi perkara dalam proses penyidikan menanyakan kelengkapan alat bukti dan lain-lain kecuali saat di persidangan.
Namun, ketika dicecar lagi dengan pertanyaan dimana larangan yang melarang wartawan tidak boleh mempertanyakan materi perkara dimaksud?, AKP Rudi hanya mengulangi kalimatnya tanpa menjelaskan dimana regulasi hukum yang menyebut bahwa wartawan tidak boleh menanyakan materi perkara dimaksud.
Sebelumnya awak media mempertanyakan, apakah dalam perkara pengaduan Eli Fitriani Harahap (pelapor) menjadikan Angga Harahap sebagai Tersangka dalam perkara merusak kesopanan di hadapan orang lain sebagaimana dalam pasal 281 ayat (2) KUHPidana apakah sudah memenuhi unsur sehingga Angga Harahap dijadikan sebagai tersangka sesuai pasal 184 KUHAP ?.
Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni menjelaskan, terkait kedua perkara yang saling lapor dengan dua kejadian waktu dan tempat yang berbeda tersebut saat ini sedang ditangani dan melengkapi berkas perkara dan menurut Kapolres dalam minggu ini berkas perkara sudah dikirimkan ke JPU.
“Terkait dua bukti permulaan yang cukup yang penyidik dapatkan itu merupakan ranah projustitia yang mana nantinya bisa dikaji dan dibuktikan dalam persidangan perkara tersebut,” terang Kapolres Imam.
Kapolres juga menyebutkan, untuk menentukan seorang tersangka akan ditahan atau tidak sangat tergantung dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan pada tahap penyidikan, karena pertimbangan tersangka ditahan atau tidak semata-mata karena ancaman hukuman, namun masih ada pertimbangan-pertimbangan lainnya yang mana menjadi sebuah strategi penyidik dalam memastikan berkas perkara dapat lebih cepat selesai dan dilimpahkan ke JPU. (r/MN)