Pantauan wartawan di salah satu desa di wilayah kecamatan Angkola Selatan, terdapat dua unit lampu jalan solar cell yang terpasang di lokasi yang berbeda. Jika total pemasangan lampu tersebut sebanyak 400 unit dikalikan Rp. 19 juta, maka biaya pengadaannya mencapai 7,6 miliar.
Mawadi, salah seorang aktivis menyebut bahwa pengadaan hanya untuk satu unit lampu beserta pemasangan tiangnya mencapai anggaran sebesar itu, menurutnya terindikasi penggelembungan harga yang dilakukan sejumlah oknum.
Pasalnya, jika dibandingkan dengan harga di e-katalog ditambah biaya pemasangan tiang dan lainnya, Mawadi menegaskan, sangat jauh lebih rendah dengan harga yang dianggarkan desa tersebut.
“Menurut saya terlalu tinggi harga yang dianggarkan desa jika per tiangnya mencapai Rp. 19 juta,” kata pria yang menyandang gelar sarjana hukum itu.
Sementara, menurut sumber media ini yang juga berpengalaman di bidang pengadaan dan pemasangan lampu jalan solar cell menuturkan, jenis dan spek lampu yang terpasang saat ini di desa-desa, pihaknya biasa dan mampu mengerjakan dengan harga Rp. 7 juta.
“Dengan ukuran tiang dan merk lampu seperti itu, kami biasa dan mampu adakan dengan harga tujuh juta diluar pajak,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya.
Menurut analisanya, dengan selisih harga yang dialokasikan desa dibandingkan dengan harga yang dikalkulasikannya, diduga ada unsur mark up sebesar Rp. 12 juta per unitnya pada pembelanjaan lampu tersebut.